
Beberapa hari yang lalu kami melakukan kunjungan ke sebuah pengadilan. Karena kami mahasiswa pajak, maka yang dikunjungi pun bukan pengadilan biasa melainkan pengadilan pajak yang sementara ini hanya ada satu-satunya Indonesia, yaitu di Gedung Sutikno Slamet - Kementerian Keuangan Jl. Wahidin - Jakarta 10710.
Perjalanan dimulai dengan jarkom tipuan yang mewajibkan semuanya untuk berkumpul pukul 5.45 yang akhirnya terealisasi sekitar setengah jam kemudian...
Sesampainya disana, yang kami lakukan pertama kali adalah menunggu. Ya, karena memang persidangan baru dimulai sekitar pukul 1/2 10 pagi. Di sana kami dibagi menjadi beberapa kelompok berisi 4-5 orang untuk memasuki beberapa ruangan sidang yang cukup sempit yang berjumlah (klo tidak salah) 12 ruang. Sempat lama kelompok kami berdiri di luar ruang sidang XIII sembari menunggu dipersilahkan masuk, dengan alasan tidak ada cukup kursi di dalam. Sudah hampir satu jam, akhirnya kami dipersilahkan masuk dengan menggotong kursi dari barisan pengantri masuk ke ruang sidang, sungguh momen yang mengharukan...
Saya sempat merasa jengkel tadinya karena harus berdiri cukup lama di luar. Apa boleh buat, terkadang keadilan pun tidak bisa kita dapatkan dalam pengadilan. Kami hanya beberapa orang mahasiswa yang sebenarnya tidak berarti apa pun dalam pengadilan.
Namun, bukan itu yang saya sorot kali ini. Yang ingin saya sampaikan adalah mengenai perjuangan para WP (Wajib Pajak) dalam menjalani pengadilan yang tidak sederhana, karena harus diulangi beberapa kali dalam jangka waktu yang tidak cepat juga. Saya tidak menyangka sebanyak itu WP yang mengajukan banding atas pajaknya. Dalam satu ruang sidang bisa meladeni sampai 11 WP atau lebih dalam sehari, padahal disana ada 12 ruang sidang dan sidang berlangsung dari hari senin-kamis. Bisa dibayangkan berapa kasus yang disidangkan selama seminggu atau sebulan atau setahun, bisa dibayangkan juga berapa orang WP yang berlalu lalang disana setiap detiknya ditambah hakim, pegawai pajak, cleaning service, tukang fotokopi, serta orang-orang kurang kerjaan yang cuma pengen nongkrong di ruang sidang..
Terkadang jumlah utang pajak yang diperjuangkan pun tidak terlalu besar. Namun, kenapa orang-orang ini memperjuangkannya dengan susah payah. Dari sini saya bisa tarik kesimpulan bahwa tidak semuanya berhubungan dengan uang, tapi ini berhubungan dengan keadilan.
Keadilan adalah harga yang mau dibayar orang berapa pun nilainya. Keadilan sesungguhnya, bukan keadilan yang dibuat-buat. Namun, mengapa banyak orang dengan mudah menodai keadilan ini?
Saya juga sempat mendengar cerita dari temen saya yang kebetulan beruntung mendapatkan sidang putusan, karena saya sendiri tidak mendapatinya. Putusannya adalah mengabulkan seluruhnya banding yang diajukan oleh WP. Tak terbayang betapa senangnya WP ketika dibacakan putusan sidangnya (kecuali WP sudah tahu kalau dia bakalan menang).
Memang ada beberapa orang WP yang benar-benar ingin memperjuangkan keadilan bukan uangnya. Orang-orang semacam ini hanya menginginkan kepuasan atas didengarkannya pendapatnya, meskipun terkadang mereka harus kalah. Banyak kasus dengan berbagai macam kisahnya yang memunculkan kebijakan baru. Banyak juga pendapat WP yang akhirnya diwujudkan dalam kebijakan baru yang seolah-olah menyetujui opini dari WP, meskipun sebelumnya WP kalah di sidang karena belum berlakunya kebijakan saat itu. Meskipun mereka tidak mendapatkan uangnya kembali, tetapi mereka mendapatkan sebuah kepuasan karena akhirnya pendapat mereka didengarkan.
Sayangnya tidak semua orang melakukannya demi keadilan, sebagian besar melakukannya hanya demi uang. Bahkan mereka rela memberikan "komisi" agar bisa sedikit "mencurangi" negara. Sebagian kasus banding dimenangkan oleh WP, saya tidak tahu penyebabnya. Apakah memang terbanding (DJP) selalu tidak siap dalam melawan WP ataukah karena memang ada permainan petak umpet disana.
Semoga kasus GT adalah satu-satunya permainan yang tersisa setelah reformasi perpajakan, semoga tak ada lagi permainan lain yang merusak keadilan.
Ingin berkunjung juga ke Gedung Perpajakan, Merasakan atmosfer uang pajak itu bagaimana sih. hehe
BalasHapuskunjungan balik..
gua pernah kesana merasakan ruang pengadilan pajak, benar tulisan di atas..... kita pingin cari keadilan tapi belum tentu Pengadilan Pajak tempat yg tepat....... ini pengalaman ya.... keadilan belum tentu menang kalu sudah berurusan dengan uang......
BalasHapusArtikel yang bagus,mas.
BalasHapusSemoga hukum dapat ditegakkan, meski langit runtuh :)
@putrie: biasa aja,, hhe..
BalasHapus@anonim: gak semuanya begitu, mohon disimak lagi, saya menyoroti tentang WP bukan tentang pengadilan pajak...
@calovision: semoga...
@yang punya: biasa ?? waw...
BalasHapusjangan jadi gayus ya..haha
BalasHapus@ putrie: sebenarnya tidak pernah ada yang namanya uang pajak di kantor2 pajak mana pun, karena semua uang pajak langsung dibayarkan ke bank persepsi,,:D
BalasHapustambahan:
yg dinamakan penggelapan uang pajak sebenarnya adalah tidak dibayarkannya pajak oleh WP,,
karena itu, gerakan "boikot bayar pajak" justru mendukung penggelapan pajak
terjadinya kasus2 pajak umumnya dimulai dari ketidakmauan WP dalam membayar pajak,, dan sayangnya ada beberapa pegawai pajak yg "senang" diajak kerjasama.. contohnya GT..
@tukang colong: absolutely....
aku mampir lagi..!!
BalasHapusbegitulah kondisi di Indonesia...
BalasHapusputrie: bosen.. mampir di blog ane satunya dong.. fizer0.blogspot.com
BalasHapus@fanny: dan itulah nama negeri kita..:D
ada yg berniat jadi gayus ga ,.,.???
BalasHapushe he he
yang penting... plis adil ya,,,,
BalasHapusplis...samakan hukum di depan semuanya